Ada karya tulis apabila
sudah lama maka akan ditinggalkan dan diganti dengan karya tulis baru yang
lebih up to date. Kalau masih diminati maka karya tersebut akan dicetak ulang
dan direvisi agar lebih sempurna. Tetapi ada sebuah maha karya yang tidak akan
pernah ditinggalkan dan selalu diambil manfaatnya untuk solusi semua
permasalahan hidup manusia. Maha karya itu adalah alquran. Al quran adalah
sebuah maha karya yang sudah sempurna, sehingga tidak perlu direvisi walaupun sudah berusia ribuan tahun dan ribuan kali
dicetak.
Al quran berbeda dengan
kitab yang lain. Al quran adalah satu-satunya kitab yang bisa dihafal sempurna.
Sedangkan kitab selain al quran tidak ada satupun yang hafal semua isi surat
dan ayatnya.
Al quran terjaga
sejak sebelum diturunkan, saat diturunkan, dan setelah diturunkan. Allah SWT
memuji keagungan al-Quran dengan menyebutkan pemeliharaannnya sebelum ia
diturunkan dalam beberapa ayat, seperti dalam QS Abasa: 11-16. Allah
menjaga terhadap al-Quran ketika ia diturunkan. Hal ini berdasarkan firman
Allah SWT di QS al-Jin: 26-27. Allah
menjaga terhadap al-Quran setelah diturunkan, seperti disebutkan dalam
firman-Nya di QS al-Hijr: 9. Karena penjagaan ini semua, maka
al-Quran tetap dalam keasliannya.
Skenario
Allah SWT dalam menjaga al-Quran
Pertama,
Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk mengajarkan al quran kepada
Rosululloh secara talaqi. Yaitu metode yang dipakai malaikat Jibril dengan
membacakan ayat Al quran dan Rosululloh menirukannya sampai hafal.
Kedua,
Allah mengutus malaikat Jibril untuk memuraja’ah hafalan Nabi SAW sekali dalam
setahun dan ditahun terakhir dari kehidupan beliau. Jibril mengoreksi hafalan
beliau dua kali.
Ketiga,
Para Huffadz menghafalnya langsung dari Rasulullah SAW sehingga kuatlah hafalan
mereka.
Keempat, setelah
al-Quran dibukukan, para Huffaz mengoreksi lembar perlembar dari mushaf ketika
akan dicetak.
Dengan metode seperi
inilah al-Quran terpelihara.
Kebiasaan Rosululloh
dan para sahabat adalah berinteraksi dengan al quran secara intensif. Ada kisah
yang bisa kita ketahui bahwa Rosululloh sholat malam dengan membaca surat al
quran yang begitu panjang. Rosululloh SAW suka mendengarkan murotal yang
dibacakan langsung oleh sahabatnya. Rosululloh SAW melahirkan para hafidz yang
menjadi garda terdepan dalam peperangan. Beliau juga memulyakan sahabat yang
hafalannya paling banyak.
Sudah sepantasnya
kita menunjukkan kecintaan kita kepada Rosululloh SAW dan para sahabat dengan meneladani
mereka.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzaab: 21)
Bentuk keteladanan
yang bagus untuk dikuti yaitu menjadi pengemban wahyu Alloh, yaitu menjadi
penghafal al quran.
Hukum menghafal Al Qur’an
Syaikh
Ibnu Baz mengatakan, “menghafal Al Qur’an adalah mustahab (sunnah)” (Fatawa
Nurun ‘alad Darbi, 89906). Namun yang rajih insya Allah, menghafal
Al Qur’an adalah fardhu kifayah, wajib diantara kaum Muslimin ada yang
menghafalkan Al Qur’an, jika tidak ada sama sekali maka mereka berdosa (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 17/325).
Bahkan menghafal
alquran akan mendapatkan banyak fadhilahnya, yaitu:
1. Al Qur’an akan menjadi
syafa’at bagi shahibul Qur’an
Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
اقرأوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه
“bacalah
Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi
shahibul Qur’an” (HR. Muslim 804)
2.Derajat di surga
tergantung pada hafalan Qur’an
Semakin
banyak hafalannya, akan semakin tinggi kedudukan yang didapatkan di surga
kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يقال لصاحب القرآن اقرأ وارتقِ، ورتل كما كنت ترتل في الدنيا، فإن منزلك عند
آخر آية تقرؤها
“akan
dikatakan kepada shahibul qur’an (di akhirat) : bacalah dan naiklah, bacalah
dengan tartil sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia. karena
kedudukanmu tergantung pada ayat terakhir yang engkau baca” (HR. Abu Daud
2240, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Dari
hadist di atas dapat diketahui bahwa makna
iqra adalah sebagai berikut:
Di dalam A Dictionary Of
Modern Written Arabic, Hans Wehr menyebutkan bahwa arti kata qara-a, khususnya
untuk Quran adalah declaim (berdeklamasi; membaca di depan umum sebagaimana
membaca syair), atau recite, yang berarti say (especially poems) aloud from
memory (mengucapkan —khususnya syair— hafalan dengan suara keras).
Walaupun ada yang memaknai qara-a adalah membaca
tulisan. Tetapi apabila qara-a dimaknai membaca tulisan atau membaca mushaf
maka hadist ini tidak berlaku untuk zaman
nabi karena saat itu belum ada mushaf. Saat itu mereka melatunkan al quran
dengan hafalan. Padahal hadist ini dikeluarkan pertama kalinya untuk para
sahabat Rasululloh SAW.
Mushaf al quran baru ada ketika zaman kekalifahan
Abu Bakar bin Khatab. Mushaf saat itu hanya sebagai master, belum digandakan.
Penggadaan al quran baru terjadi saat zaman kekalifahan usman bin affan karena
pada saat itu Islam berkembang dan banyak qori dari beberapa daerah yang
berbeda logatnya. Oleh karena itu, khalifah usman membuat standar mushaf
alquran standart. Mencangkup standart pembacaan al quran dengan kaidah yang
benar baik makhroj maupun tajwidnya.
Pada hadist pertama di atas. Kata qara-a ada
kelanjutnya yaitu li ash-habih. Yaitu shohibul quran. Ulama memaknai Shohibul
quran adalah pemilk quran. Orang-orang yang di dalam dirinya ada hafalan quran baik
selurunya atau sebagian yang senantiasa ia lantunkan, tadaburi, dan diamalkan.
Shohibul quran bukan dimaknai sebagai orang yang
punya mushaf alquran yang baru saja ia beli. Kalau dimaknai sebagai begitu maka
tidak sedikit orang kafir yang membelinya dan menyimpannya di rumah mereka.
Hafal al
quran bagi orang timur tengah seperti arab, mesir, dan negara jazirah arab
lainnya merupakan sesuatu yang sudah biasa. Sedangkan di Indonesia dan
negara-negara berkembang lainnya sesuatu yang belum terbiasa. Sekarang
membiasakan hafal al quran di negeri ini sudah nampak dengan bermunculan lembaga-lembaga
tahfidz alquran.
Bahkan
menghafal al quran tidak harus melalui pondok atau lembaga. Sekarang banyak
yang memanfaatkan handphone untuk sarana menghafal alquran. Barokallohu fikum.
0 komentar:
Posting Komentar