Rabu, 30 Desember 2015

Al Quran Terjaga Lewat Hafalan



Ada karya tulis apabila sudah lama maka akan ditinggalkan dan diganti dengan karya tulis baru yang lebih up to date. Kalau masih diminati maka karya tersebut akan dicetak ulang dan direvisi agar lebih sempurna. Tetapi ada sebuah maha karya yang tidak akan pernah ditinggalkan dan selalu diambil manfaatnya untuk solusi semua permasalahan hidup manusia. Maha karya itu adalah alquran. Al quran adalah sebuah maha karya yang sudah sempurna, sehingga tidak perlu direvisi walaupun  sudah berusia ribuan tahun dan ribuan kali dicetak.
Al quran berbeda dengan kitab yang lain. Al quran adalah satu-satunya kitab yang bisa dihafal sempurna. Sedangkan kitab selain al quran tidak ada satupun yang hafal semua isi surat dan ayatnya.

Al quran terjaga sejak sebelum diturunkan, saat diturunkan, dan setelah diturunkan. Allah SWT memuji keagungan al-Quran dengan menyebutkan pemeliharaannnya sebelum ia diturunkan dalam beberapa ayat, seperti dalam QS Abasa: 11-16. Allah menjaga terhadap al-Quran ketika ia diturunkan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT di QS al-Jin: 26-27. Allah menjaga terhadap al-Quran setelah diturunkan, seperti disebutkan dalam firman-Nya di QS al-Hijr: 9. Karena penjagaan ini semua, maka al-Quran tetap dalam keasliannya.
Skenario Allah SWT dalam menjaga al-Quran
Pertama, Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk mengajarkan al quran kepada Rosululloh secara talaqi. Yaitu metode yang dipakai malaikat Jibril dengan membacakan ayat Al quran dan Rosululloh menirukannya sampai hafal.
Kedua, Allah mengutus malaikat Jibril untuk memuraja’ah hafalan Nabi SAW sekali dalam setahun dan ditahun terakhir dari kehidupan beliau. Jibril mengoreksi hafalan beliau dua kali.
Ketiga, Para Huffadz menghafalnya langsung dari Rasulullah SAW sehingga kuatlah hafalan mereka.
Keempat, setelah al-Quran dibukukan, para Huffaz mengoreksi lembar perlembar dari mushaf ketika akan dicetak.
Dengan metode seperi inilah al-Quran terpelihara.
Kebiasaan Rosululloh dan para sahabat adalah berinteraksi dengan al quran secara intensif. Ada kisah yang bisa kita ketahui bahwa Rosululloh sholat malam dengan membaca surat al quran yang begitu panjang. Rosululloh SAW suka mendengarkan murotal yang dibacakan langsung oleh sahabatnya. Rosululloh SAW melahirkan para hafidz yang menjadi garda terdepan dalam peperangan. Beliau juga memulyakan sahabat yang hafalannya paling banyak.
Sudah sepantasnya kita menunjukkan kecintaan kita kepada Rosululloh SAW dan para sahabat dengan meneladani mereka.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzaab: 21)
Bentuk keteladanan yang bagus untuk dikuti yaitu menjadi pengemban wahyu Alloh, yaitu menjadi penghafal al quran.
Hukum menghafal Al Qur’an
Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “menghafal Al Qur’an adalah mustahab (sunnah)” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 89906). Namun yang rajih insya Allah, menghafal Al Qur’an adalah fardhu kifayah, wajib diantara kaum Muslimin ada yang menghafalkan Al Qur’an, jika tidak ada sama sekali maka mereka berdosa (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 17/325).
Bahkan menghafal alquran akan mendapatkan banyak fadhilahnya, yaitu:
1. Al Qur’an akan menjadi syafa’at bagi shahibul Qur’an
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
اقرأوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه
bacalah Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi shahibul Qur’an” (HR. Muslim  804)
2.Derajat di surga tergantung pada hafalan Qur’an
Semakin banyak hafalannya, akan semakin tinggi kedudukan yang didapatkan di surga kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يقال لصاحب القرآن اقرأ وارتقِ، ورتل كما كنت ترتل في الدنيا، فإن منزلك عند آخر آية تقرؤها
akan dikatakan kepada shahibul qur’an (di akhirat) : bacalah dan naiklah, bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia. karena kedudukanmu tergantung pada ayat terakhir yang engkau baca” (HR. Abu Daud 2240, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Dari hadist di atas dapat diketahui bahwa makna  iqra adalah sebagai berikut:
Di dalam A Dictionary Of Modern Written A­rabic, Hans Wehr menyebutkan bahwa arti kata qara-a, khususnya untuk Quran adalah declaim (berdeklamasi; membaca di depan umum sebagaimana membaca syair), atau recite, yang berarti say (especially poems) aloud from memory (mengucapkan —khususnya syair— hafalan dengan suara keras).
Walaupun ada yang memaknai qara-a adalah membaca tulisan. Tetapi apabila qara-a dimaknai membaca tulisan atau membaca mushaf maka hadist ini tidak berlaku untuk  zaman nabi karena saat itu belum ada mushaf. Saat itu mereka melatunkan al quran dengan hafalan. Padahal hadist ini dikeluarkan pertama kalinya untuk para sahabat Rasululloh SAW.
Mushaf al quran baru ada ketika zaman kekalifahan Abu Bakar bin Khatab. Mushaf saat itu hanya sebagai master, belum digandakan. Penggadaan al quran baru terjadi saat zaman kekalifahan usman bin affan karena pada saat itu Islam berkembang dan banyak qori dari beberapa daerah yang berbeda logatnya. Oleh karena itu, khalifah usman membuat standar mushaf alquran standart. Mencangkup standart pembacaan al quran dengan kaidah yang benar baik makhroj maupun tajwidnya.
Pada hadist pertama di atas. Kata qara-a ada kelanjutnya yaitu li ash-habih. Yaitu shohibul quran. Ulama memaknai Shohibul quran adalah pemilk quran. Orang-orang yang di dalam dirinya ada hafalan quran baik selurunya atau sebagian yang senantiasa ia lantunkan, tadaburi, dan diamalkan.
Shohibul quran bukan dimaknai sebagai orang yang punya mushaf alquran yang baru saja ia beli. Kalau dimaknai sebagai begitu maka tidak sedikit orang kafir yang membelinya dan menyimpannya di rumah mereka.
Hafal al quran bagi orang timur tengah seperti arab, mesir, dan negara jazirah arab lainnya merupakan sesuatu yang sudah biasa. Sedangkan di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya sesuatu yang belum terbiasa. Sekarang membiasakan hafal al quran di negeri ini sudah nampak dengan bermunculan lembaga-lembaga tahfidz alquran.
Bahkan menghafal al quran tidak harus melalui pondok atau lembaga. Sekarang banyak yang memanfaatkan handphone untuk sarana menghafal alquran. Barokallohu fikum.

0 komentar:

Posting Komentar